Ini jam satu lebih enam menit dan saya belum sedikitpun sempat memejamkan mata dari semalam. Jadi, mumpung bisa, sebaiknya saya buru-buru memulai menulis topik yang masih anget-angetnya muncul di dunia sana, dunia nyata.
***
POLITIK
Empat atau lima tahun lalu Menteri Keuangan mulai membuat sebuah sistem baru dalam rangka memperbaharui sistem kerja yang lama di lingkungan pelayanan publik. Sistem inilah yang dikenal dengan reformasi birokrasi. Jangan pernah bertanya bagaimana jalannya birokrasi pelayanan publik pada akhir tahun sembilan puluhan karena jawabannya tidak pernah terdengar menyenangkan. Dengan sistem reformasi birokrasi, Menteri Keuangan berharap banyak untuk meningkatkan taraf pelayanan para birokratnya, dan sebagai 'kelinci percobaan' dan sekaligus 'role model' maka Menteri memilih kementeriannya sendiri sebagai instansi pertama yang menerapkan sistem reformasi birokrasi, Kementerian Keuangan.
Pada dasarnya, tujuan mulia dari sistem ini adalah memberantas praktik korupsi yang telah melegenda. Untuk itulah berbagai sub-sistem dibentuk, mulai dari remunerasi -peningkatan gaji dan tunjangan; sistem pengawasan terpadu yang lebih efektif; hingga pemecatan di sana-sini. Dan begitulah adanya, sebaik-baiknya tujuan dari dibuatnya suatu solusi, masih lebih kalah baik dari pandangan subjektif media massa. Kata pepatah: jatuh nila setitik, rusak susu sebelanga.
Beberapa tahun yang lalu kejadian demi kejadian beriringan dan berkesinambungan dimulai, berawal dari krisis Global melanda dunia, tindakan preventif di bidang perbankan oleh Menteri Keuangan yang menyebabkan dimulainya babak baru perang urat syaraf antara kepentingan para politisi featuring media massa melawan pemerintah; upaya pemakzulan kepala negara; perang dingin kadal vs godzilla; pencoretan beberapa nama aparat; kriminalisasi ketua penegak hukum baik-baik; upaya pelengseran Menteri Keuangan terbaik dunia melalui sistem politis; tindakan frontal para barisan sakit hati; terbukanya rahasia makelar kasus; hingga terakhir santer disorot adalah adanya lulusan STAN yang menjadi tersangka kasus makelar pajak. Media berperan besar di sini sebagai alat propaganda dengan 'ilmu menyambung-nyambungkan' sehingga memecah belah simpati masyarakat awam kepada pemerintah. Ya, medianya sendiri, yang dimiliki oleh politisi itu sendiri, belakangan kita tahu terkena karmanya lewat kasus wawancara makelar kasus Palsu.
Ah, saya tidak akan berkomentar lebih banyak tentang kasus demi kasus yang terjadi itu. Saya hanya menyayangkan dan terus menyayangkan saja mengingat peran media akhir-akhir ini justru terlalu memojokkan masyarakat seakan dipaksa mengkonsumsi asupan subjektif yang terlalu sempit sudut pandangnya. Sudah banyak bukti bahwa masyarakat mulai teracuni. Tengoklah facebook. Di sana anda akan menjumpai beratus-ratus group dengan tema yang sama: Gerakan satu juta facebookers bla bla bla. Omong kosong semuanya!
***
FACEBOOK
Masih mengenai group di facebook, saya kebetulan menemui sebuah group bernama Tolak Penghapusan Remunerasi bla bla.
Entahlah, saya hanya kurang sreg dengan wallpost yang banyak diposting oleh anggota group tersebut juga dengan deskripsi dan latar belakang dibuat group tersebut. Di sana banyak tertulis bahwa 'Penghapusan Remunerasi hanya akan menyebabkan korupsi semakin besar kembali' atau 'Tolak Penghapusan Remunerasi agar kinerja tidak menurun.'
Sekali lagi, entahlah, di otak saya -yang cetek ini- saya rasa nggak ada soal apa mau remunerasi atau tidak kinerja harus tetap baik, berhenti praktik korupsi jangan kambuh-kambuhan. Memang sih saya nggak tau persis gimana dunia kerja sesungguhnya. Saya ini apa? Cuma anak SMA yang ilmu baru setengah setengah yang terlalu bersemangat dan tidak realistis. Oh ya memang. Tapi kalau saya fikir 'kalau gaji turun lalu korupsi berkembang dan kinerja menurun berarti yang salah bukan gajinya tapi orangnya', apa saya salah?
Ah, mungkin, sekali lagi, saya tidak realistis saja. Terlalu idealis. Minoritas. Terserahlah!
***
GOSSIP
Dan begitulah masih segar di ingatan ketika Tiba-tiba vokalis sebuah grup band ternama mengadakan sebuah acara pengakuan di seluruh stasiun tivi swasta yang menayangkan acara gossip siang lalu sekonyong-konyong dengan cengengesan dan wajah dibuat sok merasa lega dia mengaku dengan bangga dan bersemangat bahwa dia saat dalam keadaaan mabuk telah membuat bunting seorang perempuan pemakai narkoba yang kemudian melahirkan seorang bayi.
Yeah, bukankah dia adalah sosok artis yang bertanggung jawab, sodara-sodara? Jadi tunggu apa lagi, tirulah sikapnya. Berzinalah dengan seorang yang mau diajak berzina, lalu beberapa saat kemudian saat bayi hasil perzinahan itu telah lahir, buatlah semacam konferensi pers kecil-kecilan, dan mengakulah anda telah melakukan perzinahan secara suka sama suka dalam pengaruh minuman keras. Dan yak, selamat anda berhasil menjadi fans yang baik dan tenanglah, tidak akan ada yang merajam anda sampai mati seperti sebagaimana seharusnya.
***
TWITTER
Mengutip isi tweet Pandji Pragiwaksono, saya menemukan sebuah pemikiran yang inspiratif dan positif. Intinya adalah, 'Jernihkan pikiran anda semua, mari mulai mencintai negeri ini. Jangan malu memiliki negeri dengan sejuta hal yang patut dibanggakan ini.' Mari mulai bekerja secara positif dimulai dari kita sendiri. Yang mahasiswa, jangan sering demo menuntut pejabat korupsi dicopot kalau nyatanya masih suka terlambat datang kuliah. Yang karyawan, jangan suka menyindir Undang-undang segala macem kalau ternyata sendirinya masih suka nerobos lampu merah. Yang bakul beras, pedagang kecil-kecilan, nggak usahlah suka berisik di warung kopi soal pegawai pajak makan uang rakyat kalau sampeyan masih nakalin timbangan saat berjualan. Dan yang nulis tulisan ini, mungkin sebaiknya melakukan terlebih dahulu semua yang dituntutkan kepada pembacanya.
**ngulet lalu tidur**
Ngelindur yang sangat keren ! ! ! !
BalasHapusMakasiiiih yaaa... :)
BalasHapus