bagiku malam ini hujan turun terlalu sebentar.
seperti sekejap mata saja. ini tidak berhubungan langsung dengan obsesi, hanya soal rindu bertautan dengan udara lembab sejuk yang dibawanya turun membasahi tanah yang sepenuh mati mendamba rintiknya.
dan sungguh sangat memukau bagaimana aroma kerinduan tanah pupus perlahan disibakan tirai air rapat itu.
begitu pelan dan membungkam.
aku iri pada tanah, aroma rindu yang terselesaikan adalah akhir dari debunya yang belakangan sering mengepul bersama pijakan kakiku disiang hari. maka yang tersisa wangi kasih semata di permukaannya, dilepasnya hujan dengan tanpa berhenti memeluk sisa genangan air yang dia tinggalkan.
aku iri pada tanah itu, yang telah mampu melepas segala amburadul rindunya pada tetes air yang akhir-akhir ini mengunjunginya dengan tempo waktu yang nyaris sama. malam gerah, setiap hari, pada jam yang berdekatan.
aku iri pada tanah itu, yang mampu menyimpan rindunya dengan sedemikian baik di musim kemarau. menguatkan diri sebanyak hitungan waktu yang dilaluinya dengan sabar, dengan diam, dengan bertahan tanpa mengirimkan isyarat rindu.
kalau saja aku bisa menyimpan rinduku sedemikian rapat seperti tanah. maka pecahan kata ini tidak akan pernah sampai terbaca.
oleh kamu.
dan kepada kamu... rindu itu diakhirkan, diperuntukkan.
aku iri pada tanah itu, yang telah mampu melepas segala amburadul rindunya pada tetes air yang akhir-akhir ini mengunjunginya dengan tempo waktu yang nyaris sama. malam gerah, setiap hari, pada jam yang berdekatan.
aku iri pada tanah itu, yang mampu menyimpan rindunya dengan sedemikian baik di musim kemarau. menguatkan diri sebanyak hitungan waktu yang dilaluinya dengan sabar, dengan diam, dengan bertahan tanpa mengirimkan isyarat rindu.
kalau saja aku bisa menyimpan rinduku sedemikian rapat seperti tanah. maka pecahan kata ini tidak akan pernah sampai terbaca.
oleh kamu.
dan kepada kamu... rindu itu diakhirkan, diperuntukkan.
Terharu ! ! ! !
BalasHapusHehhee makasiiih ya... :)
BalasHapus